Rabu, 16 Maret 2011

Ciri Ahlus Sunnah dan Pengertian Ahlus Sunnah, Perbedaan Dakwah Salaf dengan Yang lain,Syubhat Salafy dan Bantahannya

1. Ahlussunnah dalam menjalankan agama hanya berdasar pada Al Kitab dan assunnah. Cirinya yaitu dengan mendahulukan apa yang difirmankan Allah atas ucapan seluruh manusia, dan mendahulukan petunjuk Rasulullah atas seluruh petunjuk lainnya serta mengikuti jejak beliau secara lahir dan bathin. Banyak sekali kok ayat dan hadist yang menyatakan tentang masalah ini.
2. Ahlussunnah dalam memahami agama (al-Qur”an dan Hadist) hanya berdasarkan pemahaman para salafush shalih bukan atas pemahaman nafsu golongan atau pribadi. Semua dikembalikan kepada pemahaman mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim Al Jauziah (kamu tahu khan siapa beliau ? Ulama besar murid terkasih Ibnu Taimiyah !Umat bilang beliau seorang dokter hati) berkata, Sesungguhnya pengambilan dalil yang terbaik atas makna ayat-ayat Al Qur”an adalah dengan cara mengambil apa yang telah diriwayatkan oleh orang-orang tsiqat (terpercaya) dari Rasulullah kemudian mengikuti apa-apa yang telah dijelaskan oleh para sahabat, tabi”in dan Aimatul Huda (para imam).
3. Dakwah ahlussunnah adalah dakwah yang gampang dan mudah, ia dapat diterima siapa saja dan dimana saja, dengan mendasarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah dan dilaksanakan para sahabat. Coba lihat sabda baginda Rasulullah, Sesungguhnya dien (agama) ini mudah, tidaklah sesorang itu berlebihan dalam menjalankan agama melainkan pasti akan kesulitan sendiri. (HR. Bukhari). Dengan berdasar pada sabda baginda ini ahlussunnah hanya menjalankan apa yang diajarkan Rasuullah dengan tanpa menambah atau menguranginya (berlebihan). Ajaran inilah yang merupakan ajaran paling gampang dan mudah dilaksanakan serta sesuai dengan fitrah manusia. Semuanya bersih dari kesemrawutan, berlebihan atau menyepelekan. Ahlussunnah selalu berada di tengah-tengah yaitu tidak berlebihan dan tidak pula menyepelekan.


Mengamalkan seluruh ajaran agama ini dan beristiqamah di dalamnya baik berupa aqidah, pemikiran, akhlak, ucapan, dan semuanya. Selalu berusaha menentang dan menjauhi setiap apa yang tidak sesuai dengan apa-apa yang dipahami oleh para salafush shalih.
Berdakwah kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan faktor-faktor tertentu atau tingkatan-tingkatan manusia. Jadi ahlussunnah bukanlah dakwah golongan tapi dakwah finaas bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali, sebagaimana firman Allah dalam surat Saba” : 38 berikut ini,
Dan kami tidak mengutus kamu melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.(Saba” :38)
Nah, dari semua yang sudah dijelaskan di atas tentunya sekarang antum sudah bisa mengenali siapa ahlussunnah itu. Banyak orang yang mungkin akan mengatakan ahlussunnah sebagai orang yang fanatik, kolot, ketinggalan jaman, fundamentalis, ortodoks dsb… mungkin bisa dijawab, Ya memang… karena ahlussunnah akan selalu berusaha menjalankan agama ini sebaik-baiknya dalam seluruh segi kehidupan. Ahlussunnah paling anti maksiat dan paling getol ketaqwaan….ia tidak takut apapun kecuali hanya takut kepada Allah semata.
Padahal kalau kita mau belajar yang namanya kata-kata fanatik, kolot, ketinggalan jaman, fundamentalis atau yang lainnya itu nggak ada di dalam islam. Islam sudah jelas menyuruh manusia menjalankan setiap detik hidupnya untuk beribadah (dalam arti luas). Dengan demikian artinya mau tidak mau umat islam harus menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Nah kalau kita mau menjalankan setiap perintah kemudian dibilang seperti itu, bagaimana ? kita beragama mau menjalankan yang mana ? Ada orang rajin shalat jama”ah dibilang fanatik, nggak mau jabat tangan cowok-cewek fanatik, nggak mau ke bioskop fanatik. Nah terus bagaimana yang nggak fanatik ? Jelas sekali memang semua itu nggak dibolehkan dalam islam… apakah kita mau menjalankan syari”at terus malah dibilang fanatik. Apa ini rasional ?
  • Pengertian Ahlus Sunnah
Istilah Assunnah atau umum disebut ahlussunnah menurut para imam yaitu thariqah atau jalan hidup Nabi shalallahu alaihi wa ssalam di mana beliau dan para sahabatnya berada di atasnya, yang selamat dari syubhat dan syahwat.
Oleh karena itu Al Fudhail bin Iyadh menyatakan, Ahlus Sunnah itu orang yang paling mengetahui apa yang masuk dalam perutnya dari makanan yang halal.. Dan Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, ….dari Abu Sufyan ats-Tsauri ia berkata, Berbuat baiklah pada ahlus sunnah karena mereka itu adalah ghuraba (asing). Al Imam Ibnul Jauzi mengatakan, …Tidak diragukan lagi bahwa ahli aqli dan atsar pengikut atsar sahabat Rasulullah dan atsar para sahabatnya, mereka itulah ahlus sunnah.
Dengan demikian dapat diartikan kata ahlus sunnah mengandung 2 makna yaitu :
1. Mengikuti sunnah-sunnah atau atsar-atsar yang datangnya dari Rasululah dan para sahabat ra, menekuni, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah mapun hukumnya.
2. Secara khusus dikatakan para ulama Assunnah sebagai i”tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma”
Imam Malik secara khusus memberikan pengertian tentang Ahlus sunnah yaitu…ahlus sunnah itu adalah mereka yang tidak mempunyai laqab yang sudah terkenal yakni bukan Jahmi, Qadari dan bukan pula Rafidhi …
Trus apa makna Al-jama”ah ?
Al-Jamaa”ah dapat di artikan sebagai berikut : – Jamaah itu sekelompok manusia atau kelompok terbesar dari pemeluk islam – Para imam mujtahid – Para sahabat Nabi shalallahu alaihi wassalam – Jamaa”ah kaum muslimin jika sepakat pada suatu perkara – Jama”ah kaum muslimin yang sepakat jika mengangkat amir
atau secara khusus jama”ah yang ahlussunnah merupakan jama”ah yang melakukan ittiba (pengikutan kepada Nabi) dan meninggalkan ibtida” (perkara baru dalam agama) dan ini adalah madzab yang haq atau benar. Maka wajib di ikuti dan dijalani.
  • Perbedaan Dakwah Salaf dengan Yang lain
Jadi intinya dakwah salaf adalah dakwah yang mendasarkan seluruh pemahaman agama berdasarkan Al Qur’an, Al hadist, dan pemahaman para salafush shalih. Inti perbedaan dengan dakwah golongan yang lain yaitu dalam hal pemahaman ini. Salaf senantiasa berpedoman pada apa yang dipahami para shalafush shalih yaitu generasi terbaik umat manusia sahabat, tabi’in (umat sesudah sahabat), dan tabi’ut tabi’in (pengikut tabi’in) dan tidak pernah berfikir untuk memahami agama ini dengan nafsu atau pemahaman sendiri.
Orang salaf selalu berusaha mencocokkan setiap amal ibadah maupun pemahaman dengan apa yang telah dilakukan para shalafush shalih. Bukan berarti tidak mengenal ijtihad. Jangan keliru…! Justru salaf senantiasa berusaha memecahkan setiap masalah dengan dasar pertimbangan Al-Qur”an, Hadist, ijma sahabat, penjelasan tabi’in, tabi’ut tabi’in, baru kemudian bila dari sana tidak/belum dijumpai maka para salaf akan melakukan ijtihad tapi dengan tetap sangat hati-hati dan mempelajari dahulu dengan mendalam.
Nah jadi kita-kita ini kalau mengikuti jejak mereka berarti kita termasuk orang-orang salaf yaitu orang yang mengikuti dan memahami agama dengan berdasarkan pemahaman mereka.
—————————————————— Shalafush shalih artinya orang-orang terdahulu yang shalih dari mulai Rasulullah dan kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, para imam muslimin serta setiap orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari kiamat.
Di sini kami nukilkan tulisan Syekh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullah dalam masalah ini :
  • Syubhat Salafy dan Bantahannya I
Syubhat dan Koreksinya ! Apakah penamaan sebagaimana Salafiyah adalah bid’ah ? sebagian orang mengatakan : Sesungguhnya penamaan Salafiyah adalah bid’ah karena dizaman Rasulullah saw para sahabat tidak menggunakan nama itu ?
Jawaban :
Kata/istilah Salafiyah tidak digunakan di zaman Rosulullah Shalallhu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, karena memang tidak ada kebutuhan di saat itu. Kaum muslimin yang pertama kali, berada di atas Islam yang shahih (benar), sehingga tidak ada kebutuhan terhadap kata/istilah Salafiyah, karena memang di atasnya (Salafiyah) secara tabia’at dan fithrah (naluri). sebagaimana mereka berbicara bahasa Arab yang fashih tanpa kekeliruan dan kesalahan. Tidaklah ada ilmu nahwu, sharaf dan balaghah sampai adanya kesalahan dalam berbicara muncul. Kemudian muncullah ilmu ini yang memperbaiki kebengkokan/kesalahan lisan. Demikian pula takkala keanehan dan penyimpangan dari jama’atul Muslimin muncul, mulailah muncul kata/istilah Salafiyah pada kenyataan. Walaupun Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan atas maknanya di dalam hadist iftiraq (perpecahan ummat) dengan sabda beliau:
Siapa yang mengikuti jalanku dan para sahabatku pada hari ini.
Tatkala banyak firqah-firqah (golongan-golongan) bermunculan, dan semuanya mengaku berjalan berdasarkan al-kitab dan Sunnah, maka para ulama ummat bangkit untuk membedakannya dengan gamblang, mereka mengatakan : Ahlul Hadist dan Salaf.
Oleh karena itulah Salafiyah terbedakan dari seluruh golongan-golongan (ummat) Islam yang lain dengan penisbatannya kepada perkara yang menjamin mereka untuk berjalan berdasarkan Islam yang Shahih, yaitu : Berpegang teguh dengan apa-apa yang dijalani oleh para sahabat Rasulullah Shalallhu ‘alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, mereka itulah para generasi yang mendapatkan persaksian kebaikan (dari Allah dan Rasul-Nya).
  • Syubhat Salafy dan Bantahannya II
Syeikh Albani : “ Jika engkau ditanya apakah madzabmu (keyakinanmu, jalanmu di dalam beragama), maka apa yang akan engkau katakan ? Ustadz Abdul Halim : “ Muslim”
Syeikh Albani : “ Itu tidak cukup ” Ustadz Abdul Halim : “ Allah telah menamai kita “Muslimin”. Kemudian dia membaca firman Allah Ta’ala : “ Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian “Muslimin” dari dulu.”
(Al-Hajj :78)
Syeikh : “ Jawaban itu benar seandainya kita berada di zaman yang pertama sebelum tersebarnya firqah-firqah (golongan-golongan) seandainya kita sekarang bertanya kepada seorang muslim mana saja dari firqah-firqah itu, yang kita berselisih secara prinsip di dalama aqidah terhadap firqah-firqah tersebut, maka semuanya – baik orang tersebut Syi’ah rafidhah, Khawarij, Duruz, Nushairiyah al-‘ Alawiyah-akan menjawab : “Saya Muslim”. Kalau demikian, di zaman ini jawaban tersebut tidak cukup.”
Ustadz : “ Kalau begitu aku akan mengatakan’saya muslim berdasarkan al-Kitab dan Sunnah’.”
Syeikh : “ Jawaban itu juga tidak cukup “ Ustadz : “ Kenapa ?”
Syeikh : Apakah engkau mendapati seorangpun dari mereka (firqah-firqah) yang telah kita buat contoh, yang mengatakan “ Saya seorang muslim, tidak berdasarkan al-Kitab dan Sunnah ?”. Kalau begitu siapakah orang yang akan mengatakan :” Saya tidak berdasarkan al_Kitab dan Sunnah .”
Kemudian Syeikh Albani menerangkan kepadanya urgensi/arti penting ikutan yang sedang kita angkat ini, yaitu : al-Kitab dan Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Ustadz : “ Saya seorang muslim berdasarkan al-Kitab dan Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih.”
Syeikh : “ Apabila ada orang yang bertanya kepadamu tentang madzabmu maka apakah engkau akan mengatakan itu kepadanya ?’ Ustadz : “Ya”
Syeikh : “ Bagaimana menurutmu jika kita ringkaskan bahasanya, karena sebaik-baik perkataan adalah yang sedikit dan jelas, maka kita mengatakan ‘Salafi’ . Ustadz : “ Saya telah berbasa-basi dengan Anda, dan sekarang saya mengatakan kepada Anda : ‘ Ya, akan tetapi keyakinanku adalah apa yang telah terdahulu. Karena tatkala seseorang mendengar bahwa Anda adalah Salafi, pertama kali pikirannya melayang-layang kepada perkara-perkara yang bermacam-macam, yang berupa tindakan keras bahkan kasar, yang sering terjadidi Salafiyin.”
Syeikh : “ Taruhlah perkataanmu benar, tetapi apabila engkau mengatakan : Muslim, tidakkah dia (orang yang mendengarmu) fikirannya akan melayang kepada orang Syi’ah Rafidhah, Duruz, Ismailiyah…dan lainnya ?”
Ustadz : “ Mungkin juga, tetapi saya telah mengikuti ayat yang mulia : “ Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian “Muslimin”. (Al-Hajj :78)
Syeikh : “ Tidak wahai saudaraku, sesungguhnya engkau tidak mengikuti ayat tersebut, karena yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah (Muslim) Islam yang shahih, sepatutnya manusia itu diajak bicara sesuatu sesuai dengan ukuran akal mereka. Apakah ada seseorang yang memahamimu bahwa engkau adalah seorang muslim dengan arti yang dimaksudkan di dalam ayat tersebut ?
Sedangkan kekhawatiran-kekhawatiran yang telah engkau sebutkan itu bisa jadi benar bisa jadi tidak benar. Karean perkataanmu tadi (bahwa ada tindakan-tindakan keras), bisa jadi ada pada bagian individu-individu dan bukan sebagai manhaj aqidah ilmiyah (jalan yang diyakini yang menjadi ilmu). Maka tinggalkanlah orang-perorang, karena kita sedang membicarakan manhaj (jalan ; metode yang ditempuh). Karena sesungguhnya apakah kita mengatakan : “ Orang Syi’ah, Orang Duruz, Orang Khawarij, orang sufi atau orang Mu’tazilah (tentu) akan ada juga kekhawatiran-kekhawatiran yang tealah engkau sebutkan tadi. Kalau begitu itu bukanlah topik pembicaraan kita. Tetapi kita sedang membahastentang nama yang menunjukkkan madzab seseorang yang dia beragama kepada Allah dengan madzab tersebut.”
Kemudian Syeikh bertanya : “Bukankah para sahabat semuanya muslimin ?” Ustadz : “ Tentu”
Syeikh : “ Akan tetapi di kalangan mereka ada yang mencuri dan berzina. Tetapi hal itu tidak membolehkan seorang pun mengatakan : ‘ Saya bukan seorang muslim.’ Bahkan dia adalah seorang muslim dan mukmin kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai manhaj (jalan yang ditempuh), akan tetapi terkadang dia menyelisihi manhajnya karena memang dia tidak maksum (terjaga dari kesalahan).” Oleh karena itulah, kita sekarang – mudah-mudahan Allah memberkatimu- sedang membicarakan satu kata yang menunjukkan aqidah kita, pemikiran kita, dan tempat berpikir kita dalam kehidupan kita yang berkaitan dengan perkara-perkara agama kita yang dengannya kita beribadah kepada Allah. Adapun ‘si Fulan berlebih-lebihan atau dia meremehkan ‘, maka itu urusan lain.
Kemudian Syeikh berkata : “ Saya menginginkan supaya engkau berfikir tentang katayang ringkas ini, sehingga engkau tidak terus-menerus (mencukupkan) dengan kata muslim saja, sedangkan engkau mengetahui bahwa tidak akan didapatkan seorangpun yang memahami apa yang engkau kehendaki selama-lamanya. Kalau demikian maka ajaklah bicara orang-orang itu sesuai sesuai dengan ukuran akal mereka. Mudah-mudahan Allah memberkatimu atas sambutanmu.
Demikian nukilan dari Syeikh salim Al-Hilali. Semoga pembahasan ini semakin membuka mata kita akan perlunya penisbatan salafiyah dalam kita beragama, dan kalimat salafiyah bukanlah bid’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar